Radio Controlled Clock dan Budaya Tepat Waktu Orang Jepang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling piawai dalam urusan “mengaret-ngaretkan” waktu, ini terbukti dari saat kita masih duduk di bangku sekolah, kita terbiasa dengan telat, memang ada hukuman untuk mereka yang masuk sekolah telat tapi itu hanyalah sebatas hukuman, tidak ada rasa malu ataupun rasa bersalah.

Naik ke bangku kuliah, siapa yang telat – dia tidak boleh masuk kelas, tentu saja yang telat saat itu banyak sekali, hampir setengah mahasiswa tidak bisa masuk kelas karena telat, lalu apa yang mereka lakukan? Ya nongkrong di warung kopi menunggu kelas selesai untuk meminjam catatan ke mereka yang masuk kelas. Seperti biasa, tidak ada rasa bersalah ataupun malu.

Lalu saat bekerja di Indonesia, masalah telat sudah menjadi hal yang biasa di Indonesia, dimulai dari orangnya sampai sistem transportasinya mulai dari busway sampai KRL. Hingga akhirnya saya bertemu dengan MRT Jakarta, salah satu transportasi masal di Jakarta yang terkenal sangat tepat waktu! Dalam hal ini, tepat waktunya sampai ke detik-detiknya, jika jadwalnya pukul 9:15 kereta harus jalan, maka pukul 9:14:55 pintu menutup dan 9:15:00 kereta berjalan. Fantastis!

[Klik disini] Sedikit sejarah mengenai budaya tepat waktu orang Jepang.

Di Jepang, tepat waktu adalah patokan sopan santun dan sudah ditanamkan sejak kecil. Bukan rahasia lagi, Jepang dikenal sebagai negara dengan tingkat disiplin warganya yang tinggi. Karakter masyarakat Jepang yang sangat mengagungkan ketepatan waktu adalah hal menyenangkan untuk dibahas bagi masyarakat dunia dan juga dianggap sebagai sebuah kebudayaan bangsa Jepang itu sendiri.

Awal pendisiplinan Jepang ini terjadi ketika Jepang mulai berinteraksi dengan negara-negara barat. Susy menuliskan setelah sekian lama menutup diri dari dunia asing, pada tahun 1871-1873, para petinggi Pemerintahan Jepang memutuskan melakukan kunjungan ke negara-negara barat seperti Amerika Serikat, dan 11 negara di Eropa.

Dipimpin oleh negarawan Iwakura Tomomi, rombongan itu mengunjungi pabrik, sekolah, pelabuhan, kantor pemerintahan, dan bertemu para pemimpin negara. Delegasi Jepang tersebut tercengang oleh kedisiplinan masyarakat barat. Kesimpulan dari misi Iwakura ini adalah Jepang masih sangat tertinggal dalam industri dan kualitas SDM. Oleh sebab itu Jepang harus mencontoh negara barat jika ingin maju.

Merespon kunjungan tersebut, pemerintah Jepang bekerja sama dengan masyarakat kelas menengah mereka melaksanakan serangkaian kampanye nasional. Tujuannya guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia Jepang. Dari malas, santai, tidak disiplin, teledor, apatis, dan boros menjadi rajin, hemat, disiplin, teliti, dan antusias untuk maju.

Keberhasilan Jepang dalam mereformasi pola hidup seperti tepat waktu karena peran Pemerintah dan kelas menengah yang bersama-sama mengkampanyekan hal tersebut. Imbauan-imbauan tentang kedisplinan disebar ke seluruh penjuru negara hingga ke pelosok-pelosok, misalnya, poster-poster yang menyindir kebiasaan telat sebagai hal yang memalukan. Hal tersebut dilakukan secara konsisten.

Jadi lama kelamaan orang makin sadar dengan konsekuensi ketepatan waktu. Namun, tidak sekadar mengimbau, tetapi juga ada penghargaan yang diberikan. Karena sudah tertanam sejak masa sekolah, hal tersebut terbawa hingga dunia kerja. Perusahaan atau instansi pemerintah akan memberikan penghargaan bagi pegawainya yang kerap tepat waktu. Untuk mendapatkan reputasi buruk di Jepang cukup mudah, tinggal datang terlambat. Rekor terlambat pada siswa Jepang juga menjadi catatan buruk yang memengaruhi penilaian universitas. Hukuman sosial turun temurun semacam itu, telah berhasil melanggengkan penanaman ketepatan waktu bagi masyarakat Jepang di era modern.

Sudah hampir satu tahun ini saya bekerja dengan orang Jepang, di meja kerja saya duduk sebuah jam digital lengkap dengan tanggal, penunjuk suhu dan tingkat kelembapan. Jam ini berfungsi juga sebagai alarm, terdapat dua fungsi alarm yang bisa saya aktifkan, suara alarm ini sangat keras sekalipun volumenya saya atur kecil.

Terdapat tombol “wave” dalam jam ini, awalnya saya berpikir jam ini berfungsi sebagai Radio FM, tapi saat saya tekan tombolnya, hanya keluar simbol “signal” berkedip lalu mati. Hingga akhirnya saya memiliki kesimpulan antara modul radionya rusak atau memang tidak berfungsi karena frekuensi FM di Jepang berbeda dengan di Indonesia.

Hingga baru hari ini saya menyadari bahwa ini adalah Radio Controlled Clock atau Radio Clock. Berbeda dengan jam yang dijual di Indonesia pada umumnya. Jam-jam di Jepang kebanyakan memiliki fitur Radio Clock mulai dari jam dinding, jam meja sampai jam tangan sekalipun.

Radio Clock dapat menerima sinyal Short Wave (SW) dari station terdekat, sinyal tersebut berisi informasi jam dan tanggal, kadang-kadang juga dilengkapi dengan informasi suhu udara di luar. Di Jepang, hampir setiap kota memiliki transmiter Radio Clock dengan frekuensi 25-30MHz dengan power kurang lebih sebesar 50 kW. Sistem Radio Clock ini diatur oleh 情報通信研究機構 (National Institute of Information and Communication Technology, NICT) dengan tujuan mensinkronisasikan semua jam yang ada di Jepang. Akurasi sistem ini bisa mencapai 0,1 milisecond. Sistem ini juga dipakai di beberapa negara di Amerika, Tiongkok, Rusia dan beberapa negara di Eropa, beberapa negara mulai men-discontinue sistem ini dan menggantinya dengan sistem NTP (Network Time Protocol) yang menggunakan jaringan internet, tapi sampai tulisan ini diterbitkan, sistem ini masih digunakan di Jepang.

Jadi, di Jepang tidak akan ada alasan jam saya berbeda dengan jam Anda, di negara matahari terbit ini, setiap jam menunjukkan waktu yang sama sampai ke detik-detiknya.

One thought on “Radio Controlled Clock dan Budaya Tepat Waktu Orang Jepang”

  1. Seorang guru kebudayaan yang pernah aku temui di Estonia pernah mengatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara orang-orang yang tinggal dekat dengan ekuator dan yang jauh dari ekuator, salah satunya adalah Monochronic-Polychronic. Jepang dalam hal ini menganut Monochronic dimana “promptness and punctuality is boldly emphasized”. Terlambat atau menunda pekerjaan == tidak profesional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.